Penurunan harga solar pada Desember 2008 belum berpengaruh banyak pada harga kebutuhan pokok. Soalnya, harga di tingkat konsumen harga kebutuhan masih tetap tinggi.
"Minyak goreng curah di Pasar Bekasi saya belanja semalam masih Rp 8.500 satu kilogram. Lebih mahal, padahal kalau di warung dekat rumah itu ada yang sudah Rp 7.500 satu kilogramnya," kata Timbrung, penjual sayur keliling di daerah Bekasi Selatan, Kamis (8/1).
Harga telur ayam, menurut dia, justru sekarang mengalami kenaikan menjadi Rp 14.000 per kilogram (kg) setelah sempat turun ke harga Rp 12.000 per kg beberapa saat setelah harga solar diturunkan dari Rp 5.500 per liter menjadi Rp 4.800 per liter.
Harga sayur-mayur, ia mengatakan, saat ini memang sedang mahal karena masuk musim penghujan. Tomat dijual dengan harga Rp 1.000 per buahnya. Sedangkan, sawi caisin dijual dengan harga Rp 2.000 untuk tiga ikat.
Selain itu, harga kebutuhan bahan makanan yang masih tinggi adalah ikan. Harga ikan belum pernah mengalami penurunan sejak harga solar diturunkan, justru dengan kondisi angin barat harganya semakin naik.
Ia mengaku menjual udang kecil Rp 11.000 untuk 250 gram. Sedangkan, untuk ukuran sedang hargamya Rp 50.000 per kg, ikan tuna ukuran kecil Rp 32.000 per kg.
Sementara itu, menurut Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat M Sinaga, harga minyak goreng curah yang wajar di tingkat pengecer saat ini seharusnya Rp 7.100 per kg.
Alasannya, harga di tingkat produsen minyak goreng curah saat ini hanya Rp 5.900 hingga Rp 6.000 per kg. Dengan penambahan biaya distribusi dan keuntungan sekitar Rp 1.100 per kg seharusnya harga minyak goreng curah mencapai Rp 7.100 per kg.
Dengan kenaikan harga CPO beberapa hari terakhir yang pada hari Rabu (7/1) di Rotterdam mencapai 610 dollar AS per ton dan di Malaysia mencapai 2.000 ringgit Malaysia per ton, ia mengatakan, harga minyak goreng curah tersebut masih relevan.
Ia mengatakan, rencana pemerintah menurunkan harga minyak goreng akan sulit tercapai dengan cara memberi stimulus PPN nol persen pada sawit. Karena, pihak prosesor selama ini membeli CPO melalui Kantor Pemasaran Bersama (KPB) dengan acuan harga Rotterdam dan Malaysia dan menggunakan dollar AS.
Sahat menambahkan pembuatan produk minyak goreng kemasan yang direncanakan pemerintah justru akan lebih bermanfaat karena harga dan volume mudah dikontrol.
XVD
Sumber : Ant
Kamis, 08 Januari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar