Minggu, 15 Juni 2008

Ekonomi Dunia


Untuk mengikuti pertemuan, sekitar 1.000 pebisnis terbesar dunia harus merogoh kocek 42.500 Swiss francs (26.300 euro, US$ 38.700) untuk selembar kartu keanggotaan tahunan bagi klub eksklusif itu – belum termasuk tambahan 11.000 euro per orang untuk menghadiri pertemuan tahunan ini.

Minggu 27 Januari 2008, para pemimpin politik serta pebisnis global (borjuis internasional) meninggalkan pertemuan tahunan mereka di tempat tetirah ski Swiss, Davos, dengan wajah yang agak sedikit muram mereka meninggalkan ruang pertemuan untuk kembali ke kerajaan bisnisnya. Dibandingkan suasana gempita tahun lalu, Davos 2008 yang muram didominasi pembicaraan akan resesi Amerika Serikat (AS) dan pelambatan ekonomi secara meluas. Condoleezza Rice Menteri Luar Negeri (Menlu) AS membuka pertemuan para pemimpin politik dan pebisnis terkemuka itu, dengan semangat serta gaya berbicara yang berapi-api dia tetap memberi harapan mengenai “ketahanan” ekonomi AS. Namun, pasar saham internasional tetap bergejolak dalam kekhawatiran krisis kredit perumahan menengah (subprime mortgage), hanya sedikit yang memastikan optimisme Rice, meski terdapat perbedaan pendapat di antara para eksekutif itu mengenai skala dan durasi kontraksi ekonomi AS.

Satu hari sebelumnya, Sabtu (26/1), Direktur Jenderal IMF Dominique Strauss-Kahn menyatakan spekulasi mengenai sifat pasti suatu resesi tidak mengenai titiknya dan pemerintah patut menggunakan kebijakan anggaran dan moneter untuk memerangi krisis. “Yang jelas adalah akan ada pelambatan serius dan membutuhkan tanggapan serius. Kita tidak dapat bergantung pada kebijakan moneter semata,” kata Strauss-Kahn.
Di tengah pertemuan Davos, bank sentral AS, Federal Reserve, mengumumkan pengurangan tingkat suku bunga spektakuler 75 basis poin. “Sembrono” dan “berbahaya” merupakan perkiraan Stephen Roach, kepala bank investasi AS, Morgan Stanley di Asia.Perdana Menteri Jepang Yasuo Fukuda, yang akan mengetuai pertemuan tahunan Kelompok Delapan (G8) Juli, memberikan sambutan yang memperingatkan pandangan yang “terlalu pesimis-tis” menghadapi permasalahan mendatang. “Namun, pada waktu yang sama kita perlu memiliki sense of urgency sebagaimana kita melakukan tindakan koordinasi,” ujar Fukuda.

Pada bidang geopolitik, perdebatan fokus pada upaya perdamaian di Timur Tengah, pendirian Iran mengenai program nuklir serta kebangkitan China dan India. Sebagaimana kita ketahui Iran mencoba melepas kekangan dunia internasional, ekonomiCina dan india menunjukan pertumbuhan yang signifikan, sepertinya hal ini membutikan bahwa penduduk yang padat tidak menjadi faktor penghambat untuk mencapai pertumbuhan ekonomi.

Menilik data World Economic Outlook oleh IMF pada Oktober 2007, ekonomi dunia terlihat mengalami pelambatan yang cukup cepat. Pada 2006 pertumbuhan GDP dunia 5,4%, kemudian turun menjadi 5,2% pada 2007 dan diperkirakan makin turun ke level 4,8% pada 2008. Semua kawasan dunia terpangkas prospek ekonominya, termasuk Cina. Prospek ekonomi Cina terpangkas 1%.

Di AS, ancaman resesi jauh lebih besar daripada ancaman inflasi. Oleh karena itulah suku bunga di AS diperkirakan akan turun. Kemudian, dengan benchmark pertumbuhan ekonomi dunia 2008 sebesar 4,8%, probabilitas pertumbuhan ekonomi dunia lebih rendah dari 4,8% adalah lebih besar daripada probabilitas lebih tinggi dari 4,8%. Jadi, risiko lebih rendah dari base scenario adalah lebih besar.

Faktor yang menyebabkan lebih besarnya risiko pertumbuhan ekonomi dunia lebih rendah dari 4,8% terutama adalah masalah kondisi finansial di dunia, khususnya di AS. Seperti diketahui, sejumlah perusahaan keuangan besar di AS baru-baru ini mengalami kerugian besar mencapai puluhan miliar dolar AS. Itu luar biasa efeknya dan perlu waktu untuk pulih serta jauh lebih berat penyesuaiannya ketimbang kenaikan harga minyak. Risiko kenaikan harga minyak hanya di urutan kelima dalam urutan risiko ekonomi dunia sekarang ini. Di atasnya masih ada risiko domestic demand di AS, Eropa, dan Jepang yang akan mengalami penurunan.

Harga minyak dunia pada 2008 diperkirakan akan lebih tinggi. Faktor utamanya adalah OPEC. Pasalnya, sekalipun pangsa OPEC tidak mencapai 50% dari total pasokan minyak dunia, tetapi spare capacity ada di OPEC. Spare capacity minyak dunia hanya sekitar 2 juta barel per hari dan itu hampir semuanya dimiliki oleh OPEC. Dan sayangnya, reserve migas dunia yang cuma naik 2% per tahun harus digali dari perut bumi dengan biaya yang sangat mahal. Kenaikan rata-rata biayanya setiap tahun 45% karena segala sesuatunya terbatas, seperti rig dan lain-lain. Berat untuk meningkatkan produksi atau akan terjadi supply constraint. Kalau ini terjadi, maka pasar minyak tentu saja akan tetap ketat, sehingga harga minyak dunia 2008 akan lebih tinggi ketimbang harga rata-rata 2007.

Dari catatan peristiwa pada kuartal pertama tahun 2008 ini ekonomi dunia kembali menunjukan resesi yang sebenarnya cukup hebat, walaupun tampaknya kali ini semua spekulan atau para petinggi ekonomi dunia tampaknya sepakat untuk bersatu mencoba menahan kelesuan kapitalisme ditengah kosumsi yang begitu tinggi. Dalam hal ini masyarakat yang kosumtif telah membuat ekonomi dunia mengalami pelambatan yang hebat.

Buble economic hampir dipastikan akan meletus kembali jika kelusuan sekarang tidak bisa diatasi. Harga minyak dunia yang terus melesat bak meteor menjadi kendala utam adi negara-negara berkembang yang mengikuti mekanisme pasar.

BBM


  • Inflasi bulan April 0,57 dengan Inflasi tahunan 8,96%. Menurut Kepala BPS Rusman Heriawan pada April ini faktor pangan tidak lagi penyumbang terbesar inflasi, sekarang faktor pemicu inflasi sudah bergeser ke sektor energi terutama minyak tanah.
  • Karena dipicu penguatan tekanan inflasi, suku bunga BI akhirnya bergerak naik 25 basis point ke level 8,25%. Kenaikan ini merupakan kali pertama sejak Agustus 2006 dan masih berpotensi naik seiring dengan upaya pengendalian ekspektasi inflasi ke depan.
  • Dalam tiga bulan pertama 2008, BI menghabiskan dana sebesar USD 7 miliar atau Rp 63 triliun untuk mengintervensi pasar dalam rangka menstabilkan nilai tukar rupiah. Kendati begitu, BI menegaskan cadangan devisa negara hingga kini masih tetap aman.
  • LPS menaikan suku bunga penjaminan untuk rupiah bagi bank umum sebesar 25 basis point menjadi 8,25% sebagai penyesuaian naiknya suku bunga acuan BI Rate. Kenaikan ini mulai berlaku 15 Mei-14 September 2008. sementara itu LPS measih mempertahankan suku bunga penjaminan untuk mata uang dolar AS di kiisaran 3,5%, sedangkan untuk suku bunga penjaminan BPR secara otomatis naik 0,25% menjadi 11,75%.

Indikator2 diatas menujukan kondisi terakhir perekonomian kita secara makro menjelang kenaikan BBM yang diperkirakan akan naik 23 Mei ini. Kenaikan harga minyak mentah yang sudah menyentuh level 126 dolar AS per barel, hal inilah salah satu yang dilihat oleh pemerintah sebagai alsan BBM dinaikan karena subsidi tentu akan memberatkan APBN. (Ingat Semua Indikator adalah data resmi dari pemerintah, ada kemungkinan data ini dikeluarkan untuk mendukung naiknya BBM)

Bergesernya faktor penyumbang inflasi dari sektor makanan ke energi di satu sisi memperlihatkan negara ini mengalami sebuah krisis energi, (membangunan Kilang juga tidak pernah dilakukan, Pangkalan Brandan bahkan dengan sengaja dibesituakan supaya Sumatera dipasok BBM dari Malaysia dan Singapura dengan alasan lebih efisien

Sampai sekarang, kilang BBM juga tidak pernah dibangun dengan benar, Iwan Nurdin). Selain dominasi calo minyak serta tekanan pasar bebas, tentu banyak faktor lain yang menimbulkan kenapa pemerintah tidak pernah mau membangun kilang, seperti akan kembali memberatkan APBN. Tentunya yang akan garap proyek adalah Bakrie dan Medco yang selama ini dianggap sebagai Borjuasi nasional.

Dilihat dari sisi pandang ekonomi perbankan yang menunjukan berbagai spekulan terkait dengan krisis subprime mortage yang tak kunjung berakhir, berbagai spekulasi memperkirakan perbankan nasional bisa bertahan asal kebijakan BI agak sedikit bertentangan dengan ekonomi pasar (artinya selama BI masih menintervensi pasar maka kondisi perbankan kita bisa bertahan dari buble economic) lain halnya dengan aliran hot Money yang terus mengalir lewat SBI yang telah dimulai dilelang secara Internasional di Singapur. Hal ini bisa saja membuat ekonomi kita mengalami krisis kedua ketika dana ini ditarik secara serentak oleh para pemiliknya atau saat jatug tempo pemerintah tidak mempunyai dana cadangan (Jadi Ingat Eli Salomo pernah minta data ini), apalagi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga keuangan agak sedikit memburuk setelah terjadinya korupsi di berbagai bank nasional. Yang perlu di perhatikan adalah Sektor kredit terutama kredit konsumsi, kemungkinan kredit di sektor ini akan macet, karena dengan naiknya BBM ada kemungkinan retrun kredit akan sulit dilakukan.

Suku Bunga acuan yang naik semenjak Agustus 2006 (8%) hingga awal Mei menjadi 8,25% di prediksi akan menembus angka dua digit akhir tahun ini. BI Rate yang naik ini serta Inflasi yang terus menekan dan isu naiknya harga BBM semakin memukul kondisi perkonomian. Gejolak di pasar keuangan memang belum terjadi, namun hal ini perlu diwaspadai terlebih kondisi politik menjelang pemilu 2009 terus menghangat. Kondisi sektor UMKM kita sangat lemah karena selama ini terbiasa menerima kucuran kredit, kredit ke sektor ini terus menguat hal ini dibuktikan dengan penyaluran berbagai macam program perbankan yang di catat BI telah seribu triliun rupiah lebih.

Suku bunga penjaminan yang dinaikan LPS setelah BI Rate dinaikan tentunya akan memicu naiknya suku bunga perbankan, yang artinya daya beli masyarakat akan terus menurun, sehingga bakal memicu over produksi berserta efek dominonya.......(pengangguran, capital flight, dll)

Subsidi silang yang dijanjikan sampai detik ini tidak pernah terbukti secara kongkrit, biaya pelayanan publik masih terus tinggi (kesehatan, pendidikan, dll. ) Indonesia ekspor 70% batubara ke luar negeri, (padahal tahun ini akan dibangun 10 lebih PLTU, pastinya menggunakan batu bara) Indonesia pengekspor LNG terbesar di dunia Indonesia ekspor 500 ribu bph minyak (kompas). Jadi BBM naik atau tidak rakyat terap dimiskinkan secara struktural.

Moga para Steakholder di negara ini akan berlaku seperti yang kita harapkan

Amin....

Ketika Neo-liberalisme Tak Menenal Sutiyem dan


Apa yang kita harapkan untuk makan malam kita, tidaklah datang dari keajaiban dari si tukang daging, pemasak bir atau si tukang roti, melainkan dari apa yang mereka hormati dan kejar sebagai kepentingan pribadi. Malah seseorang umumnya tidak tidak berkeinginan untuk memajukan kepentingan publik dan ia juga tidak tahu sejauh mana ia memiliki andil untuk memajukannya. Yang ia hormati dan kejar hanyalah keuntungan bagi dirinya sendiri. Di sini ia dituntun oleh tanga-tangan tak terlihat (the invisible hands) untuk mengejar tujuan yang bukan merupakan bagian dari kehendak sendiri. Bahwa itu juga bukan merupakan bagian dari masyarakat, itu tidak lantas berarti sesuatu yang lebih buruk bagi masyarakat. dengan mengejar kepentingan sendiri, ia kerapkali memajukan kepentingan masyarakat lebih efektif dibandingkan dengan jika ia sungguh-sungguh bermaksud memajukannya. Saya tidak pernah menemukan kebaikan yang dilakukan mereka yang sok berdagang demi kebaikan publik (Smith, 1937:14).

Setiap jam 2 siang Sutiyem (61) sudah bersiap-siap menggelar dagangannya, minyak goreng dalam penggorengan siap dianaskan diatas kompor minyak tanah di dalam dapur rumahnya yang berukuran 2X3. begitu juga dengan adonan tepung sudah siap pula, setandan pisang tergelak di sampingnya, adonan bakwan bahkan sudah selesai dari tadi pagi, begitu juga ubi kayu yang sudah dipersiapkan sejak kemarin sore. Hari ini untuk kesekian harinya Sutiyem menjual gorengan di daerah Stasiun Lempunyangan Yogyakarta.

Setiap hari menjual gorengan, tidak hanya untuk mencari nafkah namun juga membantu orang lain katanya. “membantu kalau ada orang yang lapar tapi malas makan nasi, orang yang sekedar isi perut atau orang yang tidak punya uang cukup untuk membeli sepiring nasi”. Hal ini sudah hampir 20 tahun dilakukan Sutiyem. “saya ini hanya seorang penjual gorengan yang tak mau mencari apa-apa, yang jelas saya dan suami bisa makan dan bisa bayar ;isatrik di rumah itu sudah cuku” ujarnya. Ketika ditanya bagaimana ankanya, Sutiyem hanya bisa tersenyum miris dengan pandangan mata nanar “anak-anak ikut progaram transmigaran semua mas, jarang pulang”. Dalam sehari Sutiyem mendapatkan pengahasilan kotor Rp. 10 ribu samapi Rp. 30 ribu.

Dengan jumlah penghasilan yang begitu kecil Sutiyem tetap bisa survive untuk bertahan hidup. Kalau di hitung-hitung satu gorengan saja Sutiyem menjual dengan harga Rp. 200, banyak atau tidak permintaan, laris atau tidak, harganya tetap segitu saja. Sutiyem mengaku dulu awal tahun 2000, dia menjual gorengan dengan harga Rp. 50, harga Rp. 200 ini dimulai baru-baru ini saja semenjak naiknya harga minyak tanah yang ia tak tahu kenapa, sebuah harga yang sangat murah di zaman sekarang. Hampir setiap kota besar di pualu Jawa ini, harga satu Gorengan di kaki lima saudah mencapai Rp. 500 sampai Rp. 1.000, belum lagi kalau gorengannya sudah di modifikasi sedemikian rupa seperti yang dijual salah seorang artis ibukota.

Tampakya sebuah zaman yang telah menglobal belum mengenal orang seperti Sutiyem dan Sutiyem tak mengenal globalisasi. Sutiyem tak mengenal konsep marketing yang canggih, Sutiyem tak mengenal istilah pembukuan, Sutiyem tak mengenal konsep pasar, pasar bagi Sutiyem adalah pasar bebas (dalam arti sebenarnya), bebas berjualan dimana, tanpa harus ada Quota, standarisasi ISO, ataupun peraturan-peraturan yang tak jels apa mamfaatnya bagi pedagang kecil seperti Sutiyem. Dengan begitu kita bisa minikmati sepotong goreng pisang dengan harga yang sangat murah, bisa membuat perut kenyang dengan memakan dua potong saja. Begitulah Sutiyem tak mengenal Neo-Liberalisme dan begitu juga sebaliknya Neo-Liberalisme tak mengenal Sutiyem.

Katanya sekarang zaman yang sudah Interlocking Fact, posisi yang saling mengunci, dimana yang satu pasti akan berhubungan dengan yang lainnya.sebuah proses ekonomi pasti akan berdampak langsung ke proses ekonomi di belahan dunia lainnya. Tapi bagi Sutiyem di berjuan pada garis yang sudah ditetapkan oleh Yang Maha Kuasa dan dia tidak keluar dari garis itu, itu sudah cukup.

Ketika Negara Berhadapan dengan Neo Liberalisme


Jika saja kompas tidak ditemukan dan revolusi industri tidak terjadi apakah dunia ini akan lebih baik? Jawabnya bisa ya bisa tidak. Iya, karena tidak ada kompas ataupun mesin uap, proses imprealisme kolonialisme dan expansi politik, serta sosial ekonomi dimana penindasan manusia atas manusia lainnya tidak terjadi dengan begitu saja, prosesnya akan lebih lambat atau mungkin tidak terjadi sama sekali. Tidak, peradaban dunia mungkin saja menjadi lebih barbar dari pada bangsa barbar itu sendiri, seleksi alam yang bermain (yang kuat yang menang, dalam arti sebenarnya).

Ditilik dari hasil sejarah pergerakan peradaban manusia, yang katanya telah dimulai dari jutaan tahun lalu, peradaban yang lebih baik tidak tercipta juga, penindasan masih berlangsung disana-sini, manusia memakan manusia lainnya, ke jenjang ekonomi, sosial dan politik tak jauh berbeda dengan yang terjadi pada masa lalu, hanya bentuknya saja agak berbeda, agak humanis. Penindasan yang terjadi lebih manusiawi, walaupun efeknya sama saja, manusia masih berdiri tertawa atas tangis manusia lainnya.

The Cruel World, dunia ini memang kejam, begitulah kehidupan, semua orang harus siap dengan apa saja untuk mempertahankan hidupnya. Malah sekarang ini orang tak lagi takut mati, mereka malah takut untuk hidup. Tata dunia yang begitu serakah ini bagi saya harus dirubah dan saya rasa hampir semua orang merasakan hal yang sama, namun kita terkadang terlalu takut untuk merubahnya, karena hal ini hampir menjadi suatu kebenaran universal, kalau ingin merubah siap-siap saja dinggap tak lagi waras alias sinting.

Perang dingin adalah contoh yang paling baik bagaimana melihat dua paradigma bertarung dalam hal mengkonsepkan tatanan dunia, antara barat dengan konsep kapitalisme libaralisnya dengan timur yang sosialis komunisnya. Sekali lagi yang kuat yang menang, maka menanglah barat, dengan kekuatan buldozer pasar menghancurkan tembok berlin, dengan manisnya coca-cola merayu dunia ketiga yang seperti anak-anak yang mendapatkan es krim. Konsep tatanan dunia oleh sang pemenang belum juga mampu mengubah kehidupan perdaban manusia. Malah lebih parah.

Adalah suatu hal yang niscaya ketika saya, anda atau manusia lainnya yang masih berada didalam satu kawasan yang bernama Nusa Antara ini pengen kehidupan yang lebih baik. Tidak lagi memikirkan bagaimana bisa makan tapi sudah memikirkan bagaimana meningkatkan kwalitas hidup. Suatu hal yang niscaya juga jikalau manusia yang ada di Indonesia juga tidak menginginkan manusia bisa hidup damai berdampingan tanpa adanya presepsi saling curiga maupun menindas antara satu dengan yang lainnya.

Jikalau ditilik dari semua kitab suci agama yang ada di dunia ini pasti tidak akan ditemukan hal yang menyebutkan hal-hal yang bersifat negatif. Karen Amstrong misalnya, melihat berbagai perubahan peradaban dunia dilakukan dalam banyak perang Agama atau yang lebih dikenal dengan Battle in the Name of God, perang salib yang memakan waktu berabad-abad adalah contoh nyata dari perang yang mengatas namakan tuhan. Dengan jalan perang pula kemudian proses hegemoni dan penindasan atas manusianya terus berlanjut samapi sekarang. Perang kemudian berubah, jikalau dahulu perang dalam bentuk fisik maka sekarang perang lebih kepada perang hegemoni terutama dengan jalan dominasi ekonomi.

Sejarah perekonomian dunia telah berlangsung dalam tempo yang sangat lama. Perkembangan demi perkembangan, perubahan revolusioner telah terjadi. Dari merkantilisme hingga neo-liberalisme, dari ekspansi hingga krisis. Dan tidak ada satu negara pun yang bisa lepas dari konstelasi perekonomian global tersebut. Konstelasi global tersebut sekarang lebih dikenal dengan nama globalisasi.

Sesungguhnya, globalisasi ekonomi bukanlah fenomena yang baru seperti yang sering dibicarakan banyak orang. Pada akhir abad 19 keterbukaan sebagai ciri khas globalisasi sudahlah tampak, yang ditandai dengan pemunculan ekonomi Laissez Fraire, sebagai reaksi atas ekonomi merkantilis. Adam smith, sebagai titik tombak Liberalisme, dalam bukunya the Wealth of Nation banyak menuliskan bahwa merkantilis yang memiliki kerangka paradigma dasar realis, justru tidak berhasil membawa kemakmuran bagi negara-negara dunia, akumulasi dengan mengumpulkan cadangan emas tetapi tetap memberikan proteksi pada masing-masing produksi negaranya hanya akan membawa kepada kerugian di setiap pihak. Sebaliknya, demikian Smith, liberalisasi yang menitik tekan pada efisiensi dengan menghilangkan segala bentuk tarif hambatan sekaligus membuka kerjasama antar negara akan membawa kepada kemakmuran negara bangsa (nation state) serta pada tahapan akhir, membawa manusia kepada kebebasan yang hakiki. Liberalisasi ekonomi yang begitu agresif dalam globalisasi, sesungguhnya tidak memberikan banyak manfaat pada negara berkembang, kecuali kesengsaraan dan penderitaan yang makin kasat mata.

Bagi kaum liberalis negara atau pemerintah harus dijauhkan campur-tangannya dari kegiatan-kegiatan masyarakat seperti, perdagangan, industri, pertanian dan kegiatan-kegiatan lainnya yang berlangsung sehari-hari. Tanggung jawab negara harus dibatasi hanya sampai pada kewajiban pembelaan terhadap setiap serangan dari luar dan mengurusi badan-badan peradilan. Bahkan negara dan pemerintahan dianggap sebagai para pemboros keuangan. Di dalam An Inquiry Into The Nature and Causes of The Wealth of Nations, Smith menulis:

……..seluruh penghasilan umum di kebanyakan negara dipergunakan untuk membayar tenaga-tenaga yang tidak produktif. Mereka ini adalah golongan-golongan yang menjadi anggota istana-istana yang mewah dan besar jumlahnya, bada-badan gereja yang besar, armada dan angkatan darat yang besar yang dalam masa damai tidak menghasilkan apa-apa yang dapat membayar ongkos-ongkos pembiayaan mereka. bahkan biarpun dalam keadaan perang……. Jika dilipatgandakan, sehingga mencapai jumlah yang tidak perlu, dalam masa satu tahun mereka bisa menghabiskan bagian yang sangat besar dari produksi ini, sehingga lebihnya tidak cukup untuk menghidupi buruh-buruh yang produktif[1].

Namun demikian, penolakan yang dilakukan oleh kaum liberalis, khususnya Adam Smith, atas negara dan pemerintahan tidaklah total. Meraka masih melihat peran dan pentingnya kedudukan sebuah negara dan pemerintahan yaitu sebagai penyelenggara pendidikan rakyat, atau hal lain.

Di bidang ekonomi, konsep liberalisme ini dikembangkan oleh Adam Smith lewat bukunya, An Inquiry Into The Nature and Causes of The Wealth of Nations (1776). Di buku ini Smith memperlihatkan bahwa masyarakat akan mencapai kesejahteraannya melalui “serangkaian proses-proses di luar kendali” yang terjadi di dalam pasar.

Apa yang kita harapkan untuk makan malam kita, tidaklah datang dari keajaiban dari si tukang daging, pemasak bir atau si tukang roti, melainkan dari apa yang mereka hormati dan kejar sebagai kepentingan pribadi. Malah seseorang umumnya tidak tidak berkeinginan untuk memajukan kepentingan publik dan ia juga tidak tahu sejauh mana ia memiliki andil untuk memajukannya. Yang ia hormati dan kejar hanyalah keuntungan bagi dirinya sendiri. Di sini ia dituntun oleh tanga-tangan tak terlihat (the invisible hands) untuk mengejar tujuan yang bukan merupakan bagian dari kehendak sendiri. Bahwa itu juga bukan merupakan bagian dari masyarakat, itu tidak lantas berarti sesuatu yang lebih buruk bagi masyarakat. dengan mengejar kepentingan sendiri, ia kerapkali memajukan kepentingan masyarakat lebih efektif dibandingkan dengan jika ia sungguh-sungguh bermaksud memajukannya. Saya tidak pernah menemukan kebaikan yang dilakukan mereka yang sok berdagang demi kebaikan publik (Smith, 1937:14)[2].

Kapitalisme juga menglami beberapa kali krisis setelah era merkantilis, krisis datang seaktu perang dunia I dan II, banyaknya dana di gunkan untuk perang mengakibatkan proses produksi tidak bisa berjalan sebagaiman mestinya. Krisis yang terjadi di dalam tubuh kapitalisme tersebutlah yang mendorong pikiran Keynes, seorang ekonom dari Inggris. Dia melihat bahwa pasar dan negara bisa berkompromi dengan catatan negara tidak terlalu banyak campur tangan terhadap perekonomian. Ia tidak percaya bahwa individu memiliki "kebebasan alamiah" dalam kegiatan ekonomi mereka. Tidak ada aturan yang bisa menjamin bahwa kepentingan pribadi akan bisa bersesuaian dengan kepentingan umum. Prinsip-prinsip ekonomi juga tidak menjamin bahwa pengejaran kepentingan pribadi akan menguntungkan kepentingan publik. Individu yang bertindak sendiri-sendiri seringkali justru tidak mampu mempertimbangkan kepentingan umum[3].

Menurut pandangan Keynes, individu dan pasar cenderung membuat keputusan yang tidak bijaksana ketika dihadapkan pada situasi dimana masa depan tidak bisa diperkirakan dan tidak ada cara efektif untuk membagi beban resiko atau mengkoordinasikan tindakan-tindakan individu yang saling berbenturan. Maka disinalah diperlukan negara untuk memperbaiki mekanisme pasar. Pandangan Keynes yang kompleks mengenai ekonomi berpengaruh kuat terhadap ekonomi-politik internasional selama satu generasi, yaitu ketika gagasan itu dipakai sebagai landasan pembentukan berbagai lembaga dan aturan main politik dan ekonomi internasional pasca Perang Dunia II, yang dikenal sebagai sistem Bretton Woods. Menjelang berakhirnya Perang Dunia II itu, para pemimpin Sekutu bertemu di sebuah hotel di Bretton Woods, New Hampshire,Amerika Serikat, untuk merumuskan struktur global yang akan merubah haluan sejarah meninggalkan pola "perang-malaise-perang" yang mewarnai paruh pertama abad 20. Keynes memimpin delegasi Inggris ke pertemuan itu, dan walaupun sistem Bretton Woods bukan rencana Keynes, sudah jelas bahwa sistem itu mencerminkan banyak dari gagasan ekonom Inggris itu.

Sistem Bretton Woods pasca Perang Dunia II itu disebut sebagai "Kompromi-gaya-Keynes" atau suatu sistem "embedded liberalism" (liberalisme terkendali). Ini adalah sistem internasional liberal dengan pasar terbuka dan perdagangan bebas. Tetapi, dalam sistem Keynesian ini, masing-masing negara bisa menerapkan berbagai kebijakan yang dianjurkan Keynes untuk mengurangi inflasi, mengendalikan pengangguran, dan menggalakkan pertumbuhan ekonomi. Dengan kata lain, negara memiliki peran penting mengatur ekonomi-makro di dalam wilayah nasional masing-masing, tetapi hubungan ekonomi internasional didominasi oleh pasar bebas. Dengan demikian, sebenarnya Bretton Woods bisa dipandang sebagai kompromi antara pasar yang kuat dang negara yang kuat (karena itu disebut "kompromi Keynesian") atau negara yang kuat tetapi diikat dalam pasar yang kuat (yaitu "embedded liberalism").

Namun pada dasawarsa akhir 70-an awal 80-an, ekonomi politik dunia gaya ekonomi keynes digantikan oleh pandangan liberal klasik tentang ekonomi-politik internasional mengembangkan pengaruh kuat melalui suatu gerakan yang sering disebut neo-konservativisme (yang sebenarnya bisa juga disebut neo-liberalisme!)[4].

Neo liberalisme, sebuah tatanan dunia internasional baru yang akhir akhir ini sering dikampanyekan para pengusung ekonomi kapitalis begitu sarat dengan Interlocking fate, dalam dunia yang begitu anarki. Negara tidak boleh campur tangan terhadap pasar, biarkan pasar mengatur ekonomi, dengan hukum pemintaan dan penawarannya yang terkenal itu. Negara kemudian hanya sebagai fasilitator dari sebuah proses perekonomian. Perkembangan kapitalisme ini sampai pada saat sekarang dikenal dengan neo-liberalisme.

Neo-liberalisme berkembang dengan pesat setelah kejatuhan Uni Soviet dan negara – negara eropa timur yang jatuh akibat krisis ekonomi politik. Neo-liberalisme menginkan kebebasan dalam melakukan perputaran modal dan barang di semua negara. Artinya aktor hubungan internasional tidak lagi hanya negara. Setiap orang baik secara induvidu maupun koorporasi bersaing secara bebas tanpa di bebani oleh berbagai macam peraturan, yang biasanya dibuat oleh negara. Makanya kemudian peran negara harus semenimal mungkin dalam perekonomian semuanya diserahkan pada pasar.

Dalam mempertahankan kekuatan pasar tersebut maka diperlukan hegemoni yang kuat, dimana hegemoni dilakukan dengan menggunakan media, entah itu internet maupun televisi. Disinilah teknologi memegang peranan penting dalam arus perputaran uang, modal, sampai pada mobilitas manusia, Hal – hal seperti itulah kemudian sangat diperlukan untuk membentuk dunia yang tunggal, dunia yang satu, atau dunia yang dikendalikan oleh sebuah sistem yang menurut mereka baik untuk kemanusiaan. Bagi Kenichi Ohmae, seorang pemikir liberal, melihat ternyata nation state telah hancur, oleh yang disebutnya 4 I, Investasi, Informasi, Individu, dan industri, hal ini kemudian memunculkan negara – negara kawasan yang membangun pasar bersama tanpa menghiraukan batas – batas regional untuk mobilitas investasi finansial, barang, dan manusia di berbagai waliyah regional. Bahkan Eropa sudah menggunkan mata uang tunggal, EURO.

Pandangan bahwa negara tidak lagi menjadi aktor tunggal dalam perdagangan internasional, seperti yang dikatan oleh Robert O. Keohane dan Josep Nye, bahwa batas-batas yang memisahkan negara bangsa tidak lagi relevan, negara bangsa seringkali disusupi oleh aktor-aktor lain baik sesama negar bangsa maupun aktor non negara seperti MNC/TNC, hal inilah yang di sebut kedaulatan negara bangsa tidak lagi di hiraukan dalam hubungan perdagangan internasional[5]

Dengan telah ditembusnya sekat-sekat negara, dimana tidak lagi mengenal negara sebagai sebuah ide tentang sebuah wilayah yang mempunyai batas-batas, melihat identitas sebuah bangsa hanya melaui simbol-simbol seperti bendera, lagu kebangsaan, atau bahkan sorak-sorai penonton sepak bola ketika piala dunia berlangsung, lain dari pada itu semuanya dianggap sebagai bagian dunia yang akan segera bersatu dalam tatanan dunia yang baru. Dengan tatanan yang seragam dibawah Neo-liberalisme.

Neoliberalisme berarti menolak intervensi pemerintah termasuk dalam berbagai usaha yang menyangkut hajat hidup orang banyak (perusahaan air minum, transportasi umum, telepon, dan listrik). Deregulasi, privatisasi, dan liberalisasi pasar menjadi matra bersama yang disepakati dalam Washington Consensus sebelum pertengahan tahun 1990-an, didukung Bank Dunia (WB), Dana Moneter Internasional (IMF), dan bank regional kaki tangan mereka, seperti Bank Pembangunan Asia (ADB). Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) mendukung ideologi ini dengan seperangkat sistem dan peraturan yang dikeluarkan. Tentu saja akibatnya sangat dirasakan rakyat di negara tersebut, betapa privatisasi berarti rakyat harus membayar untuk setiap aksesnya, termasuk pada setiap sumberdaya yang seharusnya menjadi milik bersama.



[1] Robert B. Downs, Books That Change The World, Chicago: American Library Association, 1956. Edisi Indonesianya adalah Robert B. Downs, Buku-Buku Pengubah Sejarah, terj: Drs. Asrul Sani, Yogyakarta: Tarawang Press, 2001, hal. 78

[2] Saiful Arif, Menolak Pembangunanisme, Yogyakarta: Pustaka Pelajar dan PUSPeK Averroes Malang, 2000, hal. 32

[3] Kapitalisme Dulu dan Sekarang, Dawam Raharjo, Jakarta, LP3ES, 1987.

[4] Dikutip dari Mochtar mas’oed:file/kuliah/ekopol/globalis.doc.

[5] R Keohane dan J.S Nye, Transnasional Relation and World Politics, Havard, 1971. dapatdilihat pada situs Amazone.com/r. keohane/book.

IMF


IMF dalam World Economy Outlook (WEO) mempreiksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini melambat. Namun, dalam revisi WEO keduanya ini, IMF memprediksi AS tidak akan mengalami resesi. IMF memprediksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini akan turun menjadi 4,1% dari 4,9% pada 2007. Juli tahun lalu, IMF memperkirakan ekonomi dunia pada 2008 akan tumbuh 5,2% tetapi direvisi turun menjadi 4,4% pada Oktober 2007.

Pasar Saham Dunia

Pasar saham di berbagai belahan dunia jatuh. Kepanikan melanda akibat kekhawatiran bahwa Amerika Serikat akan terbelit resesi.Bursa Wall Street, pada 22 Januari 2008 langsung mengalami kepanikan setelah sesi perdagangan dibuka. Saham blue-chip lansung jatuh 400 poin, namun kemudian sedikit membaik sehingga hanya jatuh 135,10 poin (total turun 1,12 persen). Kejatuhan yang cukup signifikan terjadi pada Nasdaq, turun 59,72 poin (2,55 persen). Indeks 500 Standard & Poor’s turun 20,20 poin (1,52 persen).

Penurunan harga saham di bursa AS tersebut merupakan rentetan dari kepanikan yang melanda bursa saham di berbagai belahan dunia atas kekhawatiran terjadi resesi di AS. Pasar saham Eropa pada Senin lalu mengalami kejatuhan terburuk semenjak kasus serangan teroris 11 September 2001 di New York. Kekhawatiran pasar saham dunia tersebut kian bertambah setelah Bank Sentral AS (The Fed) yang menurunkan suku bunga 75 basis poin menjadi 3,50 persen, yang ditujukan untuk meredam kekhawatiran tersebut pada Selasa.Pasar saham Eropa Selasa juga masih mengalami penurunan. Di bursa China, indeks saham unggulan terpangkas 7,22 persen, bursa Sydney (Australia) jatuh 7,1 persen. Bursa saham di kawasan Teluk dan Arab juga menderita hal sama. Bursa Arab Saudi yang merupakan bursa saham terbesar di kawasan Arab, jatuh 9,7 persen. Bursa Dubai juga jatuh, 6,2 persen

Sementara itu, Dana Moneter Internasional (IMF) kembali menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global untuk tahun 2008 ini. IMF menilai bahwa masalah yang kini dihadapi perekonomian global yang bersumber dari krisis di sektor perumahan Amerika Serikat (AS) dapat menghambat pertumbuhan ekonomi seluruh dunia. Pada laporan dua tahunan World Economic Outlook (WEO) yang dikeluarkan pada bulan Oktober tahun 2007 lalu telah diturunkan proyeksi pertumbuhan global menjadi 4.8% dari proyeksi bulan Juli 2007 yang berada pada angka 5.2%. Pada pemberitaan yang dilansir pada tanggal 30 Januari 2008, IMF kembali menurunkan pertumbuhan ekonomi global menjadi 4.1% pada tahun 2008. Proyeksi tersebut terdapat di dalam revisi World Economic Outlook yang diluncurkan oleh IMF. Penurunan itu dilakukan menyusul terjadinya gejolak di pasar-pasar keuangan global sejak Agustus 2007 lalu. Ancaman terbesar terhadap ekonomi dunia adalah gejolak pasar keuangan yang bersumber dari sektor subprime mortgage AS yang berisiko tinggi, yakni pinjaman diberikan kepada para pembeli rumah dengan riwayat kredit yang buruk. Ini telah memukul bank-bank dan kreditor di seluruh dunia dan membuat kondisi kredit lebih sulit.

IMF kembali menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi di AS menjadi 1.5%. Sebelumnya pada rilis WEO Oktober tahun lalu, lembaga keuangan dunia ini telah menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi AS pada tahun 2008 ini menjadi 1,9%. Pada tahun 2007 lalu pertumbuhan ekonomi AS sebesar 2.2%. Sementara itu pertumbuhan ekonomi di zona Eropa pada tahun 2008 ini diprediksi akan bertumbuh sebesar 1.6%. Proyeksi pertumbuhan ekonomi zona Eropa ini diturunkan sebesar 0.5% dari proyeksi sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi Jepang diturunkan sebesar 0.2% menjadi 1.5%. Akan tetapi IMF masih meyakini bahwa pertumbuhan ekonomi di China masih berada pada angka 10%. Ketegangan di pasar keuangan dunia saat ini bahkan belum mampu diredam setelah Fed melakukan pemotongan suku bunga Fed rate sebesar 125 bps. Pemotongan suku bunga Fed rate tersebut merupakan yang paling cepat sejak tahun 2003 lalu.

Ekonomi AS


Krisis subprime mortgage yang bermula pada akhir Juli 2007 ternyata eksesnya masih berlanjut hingga kini. Beberapa bank investasi skala global (global investment banks) mengalami kerugian besar, bahkan dipaksa memangkas ribuan karyawannya. Hingga kini, pasar keuangan global terus bergejolak kendati telah dilakukan langkah-langkah represif oleh bank-bank sentral dunia. Pertama, dimotori Bank Sentral AS (The Federal Reserve Bank/The Fed), dilakukan penurunan suku bunga. Bahkan khusus untuk The Fed,telah ditu-runkan 75 basis poin menjadi 3,5%. Kedua, bank-bank sentral menggelontori pasar keuangan dengan likuiditas yang besar, mencapai USD500 miliar, untuk menormalkan kepercayaan pelaku pasar. Ketiga,Pemerintah dan Kongres AS menyepakati dikeluarkannya paket stimulus ekonomi senilai USD145 miliar atau setara dengan 1% dari produk domestik bruto (PDB).

Langkah-langkah dramatis itu dilakukan untuk segera memulihkan kepercayaan pelaku pasar. Paling tidak,untuk mengerem kepanikan di pasar saham. Dengan dipangkasnya suku bunga, persoalan utama perekonomian AS bukan lagi pada suku bunga tinggi, melainkan anjloknya kepercayaan pasar. Maklum, ketika suku bunga masih di atas 4%,sebagai refleksi kebijakan uang ketat,terjadi kredit macet. Ketika hal ini menimpa kredit perumahan kelas dua (subprime mortgage), terjadilah respons kepanikan di pasar surat berharga dengan underlying kredit tersebut. Padahal, sejatinya subprime mortgage ini hanya 15% dari seluruh kredit perumahan (mortgage loans) di AS, yang diperkirakan mencapai USD10 triliun. Masalah ini menjadi kepanikan besar karena subprime mortgage dan derivasinya memang sedang menjadi instrumen yang tumbuh pesat.

Diluarsoal krisis subprime mortgage, sebenarnya perekonomian AS sedang berada dalam tren positif. Melemahnya dolar AS telah membantu kinerja ekspor sehingga defisit perdagangannya ”hanya”USD352,7 miliar pada semester I 2007.Memang masih ada masalah dengan belanja pemerintah yang membengkak, tetapi situasi fiskal ini dinilai masih di jalur yang benar (on the track).

Pilihan menurunkan suku bunga mencerminkan kebijakan Pemerintah AS yang cenderung memilih ”mengorbankan” inflasi ketimbang membiarkan eskalasi kepanikan subprime mortgageberlanjut dan berkembang liar, yang bisa menjerumuskan seluruh dunia ke jurang resesi ekonomi yang dalam (deep recession).

Inflasi di AS tahun ini diperkirakan akan mencapai 3,5% dengan pertumbuhan ekonomi berkisar 0,5–1,0%. Kendati demikian,komplikasi masalah subprime mortgage tidak berarti sudah selesai secara tuntas. Buktinya, hingga kini imbasnya masih terasa karena sebagian orang percaya, perekonomian dunia masih dibayangi kemungkinan krisis ekonomi yang terutama disebabkan krisis energi.

Pelambatan Ekonomi DUnia

Minggu 27 Januari 2008, para pemimpin politik serta pebisnis global (borjuis internasional) meninggalkan pertemuan tahunan mereka di tempat tetirah ski Swiss, Davos, dengan wajah yang agak sedikit muram mereka meninggalkan ruang pertemuan untuk kembali ke kerajaan bisnisnya. Dibandingkan suasana gempita tahun lalu, Davos 2008 yang muram didominasi pembicaraan akan resesi Amerika Serikat (AS) dan pelambatan ekonomi secara meluas. Condoleezza Rice Menteri Luar Negeri (Menlu) AS membuka pertemuan para pemimpin politik dan pebisnis terkemuka itu, dengan semangat serta gaya berbicara yang berapi-api dia tetap memberi harapan mengenai “ketahanan” ekonomi AS. Namun, pasar saham internasional tetap bergejolak dalam kekhawatiran krisis kredit perumahan menengah (subprime mortgage), hanya sedikit yang memastikan optimisme Rice, meski terdapat perbedaan pendapat di antara para eksekutif itu mengenai skala dan durasi kontraksi ekonomi AS.

Satu hari sebelumnya, Sabtu (26/1), Direktur Jenderal IMF Dominique Strauss-Kahn menyatakan spekulasi mengenai sifat pasti suatu resesi tidak mengenai titiknya dan pemerintah patut menggunakan kebijakan anggaran dan moneter untuk memerangi krisis. “Yang jelas adalah akan ada pelambatan serius dan membutuhkan tanggapan serius. Kita tidak dapat bergantung pada kebijakan moneter semata,” kata Strauss-Kahn.
Di tengah pertemuan Davos, bank sentral AS, Federal Reserve, mengumumkan pengurangan tingkat suku bunga spektakuler 75 basis poin. “Sembrono” dan “berbahaya” merupakan perkiraan Stephen Roach, kepala bank investasi AS, Morgan Stanley di Asia.Perdana Menteri Jepang Yasuo Fukuda, yang akan mengetuai pertemuan tahunan Kelompok Delapan (G8) Juli, memberikan sambutan yang memperingatkan pandangan yang “terlalu pesimis-tis” menghadapi permasalahan mendatang. “Namun, pada waktu yang sama kita perlu memiliki sense of urgency sebagaimana kita melakukan tindakan koordinasi,” ujar Fukuda.

Pada bidang geopolitik, perdebatan fokus pada upaya perdamaian di Timur Tengah, pendirian Iran mengenai program nuklir serta kebangkitan China dan India. Sebagaimana kita ketahui Iran mencoba melepas kekangan dunia internasional, ekonomiCina dan india menunjukan pertumbuhan yang signifikan, sepertinya hal ini membutikan bahwa penduduk yang padat tidak menjadi faktor penghambat untuk mencapai pertumbuhan ekonomi.

Menilik data World Economic Outlook oleh IMF pada Oktober 2007, ekonomi dunia terlihat mengalami pelambatan yang cukup cepat. Pada 2006 pertumbuhan GDP dunia 5,4%, kemudian turun menjadi 5,2% pada 2007 dan diperkirakan makin turun ke level 4,8% pada 2008. Semua kawasan dunia terpangkas prospek ekonominya, termasuk Cina. Prospek ekonomi Cina terpangkas 1%.

Di AS, ancaman resesi jauh lebih besar daripada ancaman inflasi. Oleh karena itulah suku bunga di AS diperkirakan akan turun. Kemudian, dengan benchmark pertumbuhan ekonomi dunia 2008 sebesar 4,8%, probabilitas pertumbuhan ekonomi dunia lebih rendah dari 4,8% adalah lebih besar daripada probabilitas lebih tinggi dari 4,8%. Jadi, risiko lebih rendah dari base scenario adalah lebih besar.

Faktor yang menyebabkan lebih besarnya risiko pertumbuhan ekonomi dunia lebih rendah dari 4,8% terutama adalah masalah kondisi finansial di dunia, khususnya di AS. Seperti diketahui, sejumlah perusahaan keuangan besar di AS baru-baru ini mengalami kerugian besar mencapai puluhan miliar dolar AS. Itu luar biasa efeknya dan perlu waktu untuk pulih serta jauh lebih berat penyesuaiannya ketimbang kenaikan harga minyak. Risiko kenaikan harga minyak hanya di urutan kelima dalam urutan risiko ekonomi dunia sekarang ini. Di atasnya masih ada risiko domestic demand di AS, Eropa, dan Jepang yang akan mengalami penurunan.

Harga minyak dunia pada 2008 diperkirakan akan lebih tinggi. Faktor utamanya adalah OPEC. Pasalnya, sekalipun pangsa OPEC tidak mencapai 50% dari total pasokan minyak dunia, tetapi spare capacity ada di OPEC. Spare capacity minyak dunia hanya sekitar 2 juta barel per hari dan itu hampir semuanya dimiliki oleh OPEC. Dan sayangnya, reserve migas dunia yang cuma naik 2% per tahun harus digali dari perut bumi dengan biaya yang sangat mahal. Kenaikan rata-rata biayanya setiap tahun 45% karena segala sesuatunya terbatas, seperti rig dan lain-lain. Berat untuk meningkatkan produksi atau akan terjadi supply constraint. Kalau ini terjadi, maka pasar minyak tentu saja akan tetap ketat, sehingga harga minyak dunia 2008 akan lebih tinggi ketimbang harga rata-rata 2007.

Dari catatan peristiwa pada kuartal pertama tahun 2008 ini ekonomi dunia kembali menunjukan resesi yang sebenarnya cukup hebat, walaupun tampaknya kali ini semua spekulan atau para petinggi ekonomi dunia tampaknya sepakat untuk bersatu mencoba menahan kelesuan kapitalisme ditengah kosumsi yang begitu tinggi. Dalam hal ini masyarakat yang kosumtif telah membuat ekonomi dunia mengalami pelambatan yang hebat.

Buble economic hampir dipastikan akan meletus kembali jika kelusuan sekarang tidak bisa diatasi. Harga minyak dunia yang terus melesat bak meteor menjadi kendala utam adi negara-negara berkembang yang mengikuti mekanisme pasar.