Minggu, 15 Juni 2008

BBM


  • Inflasi bulan April 0,57 dengan Inflasi tahunan 8,96%. Menurut Kepala BPS Rusman Heriawan pada April ini faktor pangan tidak lagi penyumbang terbesar inflasi, sekarang faktor pemicu inflasi sudah bergeser ke sektor energi terutama minyak tanah.
  • Karena dipicu penguatan tekanan inflasi, suku bunga BI akhirnya bergerak naik 25 basis point ke level 8,25%. Kenaikan ini merupakan kali pertama sejak Agustus 2006 dan masih berpotensi naik seiring dengan upaya pengendalian ekspektasi inflasi ke depan.
  • Dalam tiga bulan pertama 2008, BI menghabiskan dana sebesar USD 7 miliar atau Rp 63 triliun untuk mengintervensi pasar dalam rangka menstabilkan nilai tukar rupiah. Kendati begitu, BI menegaskan cadangan devisa negara hingga kini masih tetap aman.
  • LPS menaikan suku bunga penjaminan untuk rupiah bagi bank umum sebesar 25 basis point menjadi 8,25% sebagai penyesuaian naiknya suku bunga acuan BI Rate. Kenaikan ini mulai berlaku 15 Mei-14 September 2008. sementara itu LPS measih mempertahankan suku bunga penjaminan untuk mata uang dolar AS di kiisaran 3,5%, sedangkan untuk suku bunga penjaminan BPR secara otomatis naik 0,25% menjadi 11,75%.

Indikator2 diatas menujukan kondisi terakhir perekonomian kita secara makro menjelang kenaikan BBM yang diperkirakan akan naik 23 Mei ini. Kenaikan harga minyak mentah yang sudah menyentuh level 126 dolar AS per barel, hal inilah salah satu yang dilihat oleh pemerintah sebagai alsan BBM dinaikan karena subsidi tentu akan memberatkan APBN. (Ingat Semua Indikator adalah data resmi dari pemerintah, ada kemungkinan data ini dikeluarkan untuk mendukung naiknya BBM)

Bergesernya faktor penyumbang inflasi dari sektor makanan ke energi di satu sisi memperlihatkan negara ini mengalami sebuah krisis energi, (membangunan Kilang juga tidak pernah dilakukan, Pangkalan Brandan bahkan dengan sengaja dibesituakan supaya Sumatera dipasok BBM dari Malaysia dan Singapura dengan alasan lebih efisien

Sampai sekarang, kilang BBM juga tidak pernah dibangun dengan benar, Iwan Nurdin). Selain dominasi calo minyak serta tekanan pasar bebas, tentu banyak faktor lain yang menimbulkan kenapa pemerintah tidak pernah mau membangun kilang, seperti akan kembali memberatkan APBN. Tentunya yang akan garap proyek adalah Bakrie dan Medco yang selama ini dianggap sebagai Borjuasi nasional.

Dilihat dari sisi pandang ekonomi perbankan yang menunjukan berbagai spekulan terkait dengan krisis subprime mortage yang tak kunjung berakhir, berbagai spekulasi memperkirakan perbankan nasional bisa bertahan asal kebijakan BI agak sedikit bertentangan dengan ekonomi pasar (artinya selama BI masih menintervensi pasar maka kondisi perbankan kita bisa bertahan dari buble economic) lain halnya dengan aliran hot Money yang terus mengalir lewat SBI yang telah dimulai dilelang secara Internasional di Singapur. Hal ini bisa saja membuat ekonomi kita mengalami krisis kedua ketika dana ini ditarik secara serentak oleh para pemiliknya atau saat jatug tempo pemerintah tidak mempunyai dana cadangan (Jadi Ingat Eli Salomo pernah minta data ini), apalagi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga keuangan agak sedikit memburuk setelah terjadinya korupsi di berbagai bank nasional. Yang perlu di perhatikan adalah Sektor kredit terutama kredit konsumsi, kemungkinan kredit di sektor ini akan macet, karena dengan naiknya BBM ada kemungkinan retrun kredit akan sulit dilakukan.

Suku Bunga acuan yang naik semenjak Agustus 2006 (8%) hingga awal Mei menjadi 8,25% di prediksi akan menembus angka dua digit akhir tahun ini. BI Rate yang naik ini serta Inflasi yang terus menekan dan isu naiknya harga BBM semakin memukul kondisi perkonomian. Gejolak di pasar keuangan memang belum terjadi, namun hal ini perlu diwaspadai terlebih kondisi politik menjelang pemilu 2009 terus menghangat. Kondisi sektor UMKM kita sangat lemah karena selama ini terbiasa menerima kucuran kredit, kredit ke sektor ini terus menguat hal ini dibuktikan dengan penyaluran berbagai macam program perbankan yang di catat BI telah seribu triliun rupiah lebih.

Suku bunga penjaminan yang dinaikan LPS setelah BI Rate dinaikan tentunya akan memicu naiknya suku bunga perbankan, yang artinya daya beli masyarakat akan terus menurun, sehingga bakal memicu over produksi berserta efek dominonya.......(pengangguran, capital flight, dll)

Subsidi silang yang dijanjikan sampai detik ini tidak pernah terbukti secara kongkrit, biaya pelayanan publik masih terus tinggi (kesehatan, pendidikan, dll. ) Indonesia ekspor 70% batubara ke luar negeri, (padahal tahun ini akan dibangun 10 lebih PLTU, pastinya menggunakan batu bara) Indonesia pengekspor LNG terbesar di dunia Indonesia ekspor 500 ribu bph minyak (kompas). Jadi BBM naik atau tidak rakyat terap dimiskinkan secara struktural.

Moga para Steakholder di negara ini akan berlaku seperti yang kita harapkan

Amin....

Tidak ada komentar: